VI Aksi Mencetak Sejarah Internasional

Mencetak Sejarah : Enam Aksi Yang dilakukan dalam dua Tahun berturut-turut



A.Latar Belakang 


                Pada 27 September 2016, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama melakukan kunjungan kerja ke pulau Pramuka yang berlokasi di Kepulauan Seribu. Kunjungan ini dilakukan untuk melakukan peninjauan serta pengarahan terkait program pemberdayaan budi daya ikan kerapu yang ia adakan. Dalam pernyataannya Basuki berusaha meyakinkan warga bahwa programnya akan terus berjalan meski ia tidak terpilih sebagai Gubernur pada Pemilihan Gubernur DKI Jakarta yang akan berlangsung pada Februari 2017. Sebagaimana kebiasaan dalam rapat dan kunjungan kerja, video aktivitas Basuki ini pun diunggah melalui akun Youtube pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Pada 6 Oktober 2016, seorang netizen bernama Buni Yani mengunggah ulang di halaman Facebooknya kutipan video yang berjudul 'Penistaan Terhadap Agama?'. Video ini merupakan editan dari video kunjungan kerja Basuki dengan lebih menonjolkan pernyataan yang mengandung unsur penistaan terhadap agama Islam.[2]
Video ini akhirnya ditonton oleh banyak orang dan menyulut emosi umat Islam yang tidak sudi kitab suci dan ulamanya dihina. Sebagai respon dari video ini, banyak dari ormas Islam di penjuru Indonesia mengirimkan pengaduan kepada kepolisian agar segera menindak lanjuti pernyataan Basuki tersebut.
Pada 10 Oktober 2016, Basuki meminta maaf kepada publik karena telah menimbulkan kegaduhan. Beberapa tokoh Islam menyatakan menerima pernyataan maaf yang ia ajukan namun menambahkan bahwa proses hukum harus tetap berjalan. Belum adanya pemberitaan tentang penyelidikan mengesankan bahwa kepolisian Republik Indonesia lamban dalam menangani kasus Basuki.

B. Kericuhan 

                   Aparat meminta para pengunjuk rasa agar dapat membubarkan diri pada pukul 18.00 WIB sesuai dengan aturan yang berlaku, namun para pengunjuk rasa bersikeras untuk tetap bertahan sampai tuntutan mereka dipenuhi. Sehingga puncaknya seusai kumandang adzan Isya, suasana memanas. Di dekat barikade polisi, sekelompok massa yang dihasut oleh oknum yang tidak bertanggung jawab mulai melakukan penyerangan kepada para aparat yang berjaga. Para pendemo lainnya berusaha untuk menghadang kelompok yang ricuh, namun terpaksa berhenti karena jumlah mereka lebih sedikit.[10]
Untuk menstabilkan kondisi pihak keamanan mulai menembakkan gas air mata kepada para pengunjuk rasa. Kondisi mulai kacau, para pengunjuk rasa mulai berlarian agar terhindar dari gas. Beberapa di antara pengunjuk rasa dan pihak keamanan mulai dilarikan dengan mobil ambulans untuk mendapatkan pertolongan lebih lanjut. Kapolri, Tito Karnavian dan Panglima TNI, Gatot Nurmantyo memerintahkan anak buahnya untuk berhenti melemparkan gas air mata, namun perintah mereka berdua kurang mendapatkan respon dari aparat yang berjaga. Beberapa oknum juga melakukan pembakaran terhadap mobil kepolisian yang diparkir di sekitar lokasi unjuk rasa.
Akibat dari kericuhan ini, seorang pengunjuk rasa meninggal dunia akibat tidak tahan menghirup gas air mata.[11]
Sekitar pukul 21.00 WIB, kondisi mulai kembali stabil. Massa mulai membubarkan diri, sebagian menuju ke masjid Istiqlal sedangkan sebagian lainnya menuju gedung DPR, sebagaimana janji beberapa anggota dewan seperti Fadli Zon dan Fachri Hamzah yang memperbolehkan pengunjuk rasa menggunakan gedung DPR untuk menginap.[12][13] Namun ketika sampai di depan pintu gerbang, mereka justru tidak diperbolehkan masuk oleh pihak keamanan DPR sehingga para pengunjuk rasa terpaksa bertahan di depan gerbang dan memblokir jalan.


C. Respon Pemerintah



                  Tepat tengah malam tanggal 5 November 2016 pukul 00.00 WIB, Presiden Joko Widodo mengadakan konferensi pers di istana negara dan menyatakan sikapnya terkait kasus penistaan agama atas Basuki Tjahaja Purnama. Ia bersama kepolisian berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini dalam waktu yang cepat dan juga secara transparan mungkin. Ia juga menambahkan bahwa ada aktor politik yang bermain sehingga menimbulkan kericuhan pada aksi kali ini. [14]
Penyelidikan mulai intensif dilakukan dengan memanggil saksi dari para pelapor dan pihak terlapor. Pada 15 November 2016, dilakukan gelar perkara secara terbuka terbatas untuk menentukan status hukum bagi Basuki Tjahaja Purnama.
Pada 16 November 2016, kepolisian menetapkan Basuki sebagai tersangka kasus penistaan agama. Namun berdasarkan sejumlah pertimbangan, diputuskan bahwa Basuki tidak ditahan di penjara, hanya paspornya ditahan sehingga tidak bisa ke luar negeri.[15] Hal ini membuat geram sejumlah pihak.[16]



D. Perang Opini Media


                   Sebagaimana aksi sebelumnya, unjuk rasa kali ini mendapatkan respon beragam di media tidak hanya nasional namun juga internasional. [17] Beberapa media seperti ABC bahkan mewawancarai Basuki terkait kasus yang menimpa dirinya. Dalam wawancara tersebut Basuki malah menuding para pendemo mendapatkan upah sebesar Rp. 500.000,- untuk hadir dalam aksi tersebut. [18] [19]Hal ini menimbulkan persoalan baru karena banyak kalangan terutama para pendemo tidak terima terhadap tuduhan yang dilontarkan Basuki.
Di media sosial sendiri, terjadi adu argumen yang lebih hebat antara mereka yang mendukung aksi dan mereka yang mendukung Ahok.[20]


E. Parade Kebhinnekaan Indonesia (PKI)


                     Pada 19 November 2016, beberapa kelompok mengadakan parade Bhinneka Tunggal Ika di Jakarta. Parade ini diikuti oleh ribuan orang dari berbagai macam kalangan dan agama dengan tujuan mengingatkan kembali hakikat berbangsa dan mengajak masyarakat agar membebaskan diri dari isu SARA yang sedang berkembang. Banyak dari kalangan yang menanggapi parade ini sebagai unjuk rasa tandingan dari Aksi Bela Islam II meskipun panitia pelaksana menegaskan tidak terkait aksi tersebut.[21]

F. Aksi Bela Islam I (14 Oktober 2016)

                        Pada 14 Oktober 2016, seusai shalat Jumat, ribuan ormas Islam yang dikomandoi oleh FPI melakukan aksi unjuk rasa di depan Balai Kota DKI Jakarta. Dalam aksinya, mereka menuntut agar penyelidikan atas kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama segera dilakukan. Habib Rizieq Shihab yang juga pimpinan FPI mengecam akan melakukan aksi yang lebih besar jika tidak kunjung merespon kasus ini dalam 3 Minggu berikutnya.[3]
Berbagai macam respon muncul menanggapi unjuk rasa ini, mulai dari yang mendukung sampai yang kontra. Basuki sendiri menyoroti kerusakan taman yang dinyatakan akibat ulah para pengunjuk rasa.[4]

  

E. Aksi Bela Islam II (4 November 2016)

                    Aksi berpusat di kawasan antara Bundaran Hotel Indonesia, Bundaran Bank Indonesia[42] dan Istana Kepresidenan, yang dideskripsikan telah berubah menjadi "lautan putih" oleh demonstran yang berpakaian putih.[43] Polisi memperkirakan sekitar 200.000 warga menghadiri aksi ini,[9] perkiraan lain menyebut angka 50.000[16] Aksi ini berjalan dengan damai dan tertib hingga Jumat sore, yang merupakan batas penyelenggaraan aksi ini.[44] Tokoh yang menghadiri aksi ini diantaranya Mantan Ketua MPR Amien Rais, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dan Fadli Zon, serta penyanyi Ahmad Dhani dan Rhoma Irama.[43] Para demonstran berorasi dan menggunakan yel-yel, mendesak diprosesnya tindakan hukum terhadap Basuki.[43]
Namun sekitar pukul 18:30 WIB aksi yang seharusnya sudah bubar mulai menjadi ricuh.[44][45] Disinyalir, elemen demonstran beratribut HMI memulai dorong-dorongan dan menyerang polisi.[45] Elemen lain tidak terlibat upaya kericuhan, dan sebagian massa Front Pembela Islam (FPI) berusaha melindungi barisan polisi dari elemen yang menyerang.[45] Awalnya, polisi mempertahankan barisannya dengan perisai dan tanpa senjata.[45] Namun setelah serangan menjadi lebih parah, anggota FPI yang melindungi polisi menghindar dan polisi melepaskan tembakan gas air mata.[46] Dua kendaraan milik Brimob dibakar saat terjadi kericuhan di depan Istana Merdeka, sekitar pukul 20:10 WIB.[46][47] Situasi di sekitar Istana mulai terkendali sekitar pukul 21:00 WIB, namun kericuhan terjadi di bagian lain Jakarta, tepatnya di Penjaringan, Jakarta Utara. Sebuah mini market dijarah dan sebuah sepeda motor dibakar.[46] Baru sekitar dini hari para pelaku kericuhan membubarkan diri.[46]
Dilaporkan 2 warga dan 1 polisi terluka.[48]


F. Aksi Bela Islam III ( 2 Desember 2016)


                       
                   Aksi 2 Desember atau yang disebut juga Aksi 212 dan Aksi Bela Islam III terjadi pada 2 Desember 2016 di Jakarta, Indonesia di mana sedikitnya ribuan massa kembali menuntut Gubernur DKI Jakarta nonaktif, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama. Aksi ini juga dikenal dengan sebutan Aksi Damai 2 Desember.[1] Aksi tersebut merupakan peristiwa penuntutan kedua terhadap Ahok pada tahun 2016 setelah unjuk rasa sebelumnya terjadi pada 4 November. Pada awalnya, aksi tersebut rencana diadakan pada 25 November, namun kemudian disepakati diadakan pada tanggal 2 Desember 2016.[2]
Aksi ini dilaksanakan di halaman Monumen Nasional, Jakarta. Jumlah peserta hadir berkisar antara 200 ribu (klaim polisi[3][4][5]) hingga jutaan (klaim penyelenggara[6][7]). Dari bukti - bukti video yang tersebar di berbagai sosial media dan situs berbagi video melalui tangkapan kamera drone, dapat terlihat bahwa jumlah massa meluas hingga mamadati area Bundaran Hotel Indonesia (HI).[butuh rujukan]
Dalam aksi ini, sejumlah kegiatan yang dilaksanakan adalah berdoa dan melakukan salat Jumat bersama. Presiden Joko Widodo hadir dalam acara ini dan disambut hangat oleh para peserta aksi.[8][9]

G. Aksi Bela Islam IV (11 Februari 2017)                 

                      Aksi 112 atau yang disebut juga Aksi 11 Februari dan Aksi Bela Islam IV merupakan aksi damai lanjutan dari Aksi Bela Islam I, II, dan III. Aksi ini dikoordinasi oleh Forum Umat Islam (FUI) dan juga Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI). Awalnya, aksi 112 akan dilaksanakan di Lapangan Monas Jakarta. Akan tetapi, bentuk acara diubah menjadi zikir dan tausiah di Masjid Istiqlal Jakarta setelah Ketua Front Pembela Islam (FPI), Muhammad Rizieq Shihab dan pemimpin GNPF-MUI bertemu dengan Menkopolhukam Wiranto.[1] Peserta mulai berdatangan ke lokasi sejak Jum'at malam dan kegiatan dimulai sejak salat tahajud pukul 2.00 WIB, salat subuh berjamaah, salat duha dan kegiatan zikir bersama dan tausiah dari ulama nasional hingga berakhir setelah melaksanakan salat zuhur secara berjamaah. Peserta berjumlah lebih dari 200 ribu jamaah,[2] karena Masjid Istiqlal penuh hingga ke pelataran masjid untuk memprotes Basuki Tjahaja Purnama.
Berbagai isu simpang siur dimunculkan di media massa yang memunculkan kesan bahwa aksi 112 akan dibatalkan. Akan tetapi pada tanggal 9 Februari 2017, FUI membuat siaran pers mengenai kegiatan aksi 112 yang berisi bahwa kegiatan aksi 112 yang awalnya berupa kegiatan long march atau jalan sehat diubah menjadi "Dzikir & Tausiyah Nasional untuk Penerapan Surat Al-Maidah 51: Wajib Pilih Pemimpin Muslim & Haram Pilih Pemimpin Kafir".[3] Tidak ada pembatalan Aksi 112 karena tidak ada satu Undang-Undang pun yang dilanggar. FUI sudah menyampaikan pemberitahuan sesuai Undang-Undang. Tujuan aksi 112 ini yaitu memastikan dukungan penduduk Jakarta untuk menolak penodaan Al-Quran, menolak kriminalisasi dan penghinaan terhadap ulama, menjaga pilkada yang jujur dan adil, dan mewajibkan memilih kepala daerah yang muslim 
 
 

H. Aksi Bela Islam V (21 Februari 2017) 

                    
                    Aksi 212 digelar pada tanggal 21 Februari 2017, berlangsung di kawasan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Senayan, Jakarta Pusat. Aksi yang digagas oleh Forum Umat Islam (FUI), ini dihadiri oleh Imam Besar Front Pembela Islam, Muhamad Rizieq Shihab, dimulai pukul 08:00 pagi dan dalam keadaan hujan. Menanggapi aksi tersebut, karena dinilai memiliki muatan politik, dua organisasi keagamaan terbesar Indonesia, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah memilih tidak terlibat.[1][2][3][4][5]

Tuntutan

  • Meminta DPR/MPR melayangkan surat kepada Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo terkait penonaktifan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
  • Gubernur DKI Jakarta dinilai tidak layak tetap dijabat oleh seseorang dengan status terdakwa kasus dugaan penodaan agama.
  • Meminta aparat penegak hukum tidak melakukan kriminalisasi terhadap ulama dan mahasiswa, serta minta aparat penegak hukum menangkap Ahok.
Atas tuntutan tersebut, Komisi III DPR RI akan meneruskan kepada pimpinan DPR untuk dapat diteruskan kepada Presiden, serta melaporkan kepada Kapolri, Jendral Tito Karnavian pada rapat kerja dengan Komisi III, 22 Februari 2017.


I. Aksi Bela IslamVI (31 Maret 2017) 

                   Aksi 31 Maret atau Aksi 313 adalah gerakan massa yang diselenggarakan di Jakarta, pada tanggal 31 Maret 2017, diinisasi oleh Forum Umat Islam (FUI) dan diikuti oleh berbagai kelompok organisasi massa Islam. Aksi ini melakukan long march dari Masjid Istiqlal menuju Istana Merdeka dengan tujuan meminta Presiden Joko Widodo agar memberhentikan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dari jabatannya sebagai Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Pada saat aksi berlangsung, Presiden Joko Widodo sedang menemui Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH MA’ruf Amin.[1][2][3][4]                         

Alur aksi

Menurut rencana semula, aksi 31 Maret yang diinisasi oleh Forum Umat Islam dan diikuti oleh berbagai kelompok organisasi massa Islam, ini menjadikan Masjid Istiqlal sebagai titik kumpul. Setelah itu mereka berjalan kaki menuju Istana Merdeka melalui Jalan Merdeka Timur, menuju depan Kedutaan Besar Amerika Serikat, kemudian belok kanan di Jalan Merdeka Selatan, melewati Balai Kota. Aksi ini juga menelusuri jalan protokol di seputaran Patung Kuda. Sesampai di Istana Merdeka, massa 313 menggelar orasi dan menyampaikan sejumlah tuntutan, terutama mengingatkan kepada Presiden Joko Widodo untuk memberhentikan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dari jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah. Namun akhirnya aksi massa 313 batal berorasi di depan Istana Merdeka, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat. Pengunjuk rasa hanya diperbolehkan melakukan longmarch sampai dengan kawasan Patung Kuda dan berorasi di sana, sebab polisi telah menseterilkan kawasan di sekitar Istana Merdeka hingga ke Jalan Medan Merdeka Barat. Sterilisasi kawasan Istana dari pengunjuk rasa yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya ini, menurut Kadiv Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar, sudah sesuai dengan prosedur. Selanjutnya, perwakilan pengunjuk rasa yang melibatkan massa dari berbagai elemen ini akhirnya diterima di kantor Menkopolhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, bukan Istana.

DAFTAR PUSTAKA 

https://id.wikipedia.org/wiki/Aksi_Bela_Islam#Aksi_Bela_Islam_I
https://id.wikipedia.org/wiki/Aksi_4_November
https://id.wikipedia.org/wiki/Aksi_2_Desember
https://id.wikipedia.org/wiki/Aksi_112

https://id.wikipedia.org/wiki/Aksi_212_(2017)
 https://id.wikipedia.org/wiki/Aksi_31_Maret

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH KEWIRAUSAHAWAN TENTANG PELUANG DAN KESEMPATAN BERWIRAUSAHA

CARA JITU MENGHAFAL AL-QUR’AN UNTUK ANAK [EDISI SATU]

CARA JITU MENGHAFAL AL-QUR’AN UNTUK ANAK [EDISI DUA]

Ahlus Sunnah (Sunni) di Negeri IRAN